Kamis, 21 April 2011

BISNIS

Nugget sayurannya disukai anak-anak
Anindita Damayanti terbilang masih muda saat menikah pada tahun 2003 lalu. Usianya kala itu baru 20 tahun. Kendati demikian, Anin, demikian sapaannya, sudah mantap berkomitmen untuk fokus mengurus keluarga. Ia menghentikan total kegiatannya sebagai mahasiswi jurusan Food and Beverage (kuliner) di Universitas Sahid Jakarta.
Sejak remaja Anin mengaku sudah hobi memasak. Itulah alasan mengapa ia tertarik mengambil jurusan kuliner saat kuliah. “Saya sangat gemar mengoleksi buku-buku masakan. Bahkan saya bisa ketiduran jika membaca buku-buku resep masakan,” cerita Anin. 
Sebagai seorang ibu yang sangat memerhatikan kebutuhan keluarga, Anin berupaya untuk memberikan yang terbaik  bagi  keluarga, termasuk  soal asupan makanan dan  gizi untuk sang anak. Saat anak pertamanya, Nikkei, masih balita, Anin sempat kebingungan karena Nikkei tidak suka mengonsumsi sayuran.
“Setiap  diberi sayuran  pada menu makanannya selalu tidak dimakan,” ujar wanita kelahiran Jakarta, 13 Maret 1981 ini.
Menurut Anin, anaknya selalu merasa enek, bahkan muntah, jika diberi sayuran. Padahal sayuran sangat dibutuhkan bagi tumbuh kembang sang anak. Anin melihat Nikkei malah gemar mengonsumsi makanan olahan terutama nugget. 
“Anak saya suka sekali makan nugget yang dibeli di supermaket. Sementara saya sangat takut karena tidak mengetahui kandungan bahan  yang digunakan,” tutur istri Rendra Toro ini.
Kekhawatiran terhadap produk olahan massal ini bertambah karena Anin melihat  tanggal kedaluarsa yang tertera di kemasan produk jangka waktunya sangat lama. “Kedaluarsanya bisa sampai setahun. Mungkinkah jika tanpa pengawet makanan bisa bertahan selama itu?” tegas Anin.

Takut anaknya ketagihan dengan makanan berpengawet dan mengandung MSG, Anin pun berusaha mencari solusi. Tanpa pikir panjang, ia mencoba berinovasi dengan membuat nugget sendiri. Nugget yang berbahan dasar daging ayam tersebut ditambahkan dengan berbagai jenis sayuran. Awalnya Anin mencoba memasukkan wortel yang dihancurkan dengan blender sebagai bahan campuran nugget. Karena memang bakat dalam urusan dapur, nugget buatannya langsung disukai seluruh keluarga, termasuk anaknya yang memang gemar makan nugget.  Hal ini tentu membuat Anin jadi tambah semangat berinovasi agar Nikkei gemar makan sayur.  Agar tidak bosan, Anin lantas mencoba berkreasi dengan membuat nugget bayam dan brokoli.

Sebagai mahasiswi kuliner, Anin sangat paham dengan kandungan dan nutrisi yang terdapat dalam sayuran-sayuran pilihannya. Ditambah lagi sang mertua, yang juga seorang peneliti di bidang kesehatan, turut memberi masukan pada eksperimen nugget yang dibuatnya. Anin menjelaskan, pada wortel ada kandungan beta karoten yang bermanfaat untuk menangkal radikal bebas. Sementara brokoli mengandung nutrisi  yang sangat baik bagi penderita penyakit jantung.
“Untuk bayam, saya lebih memilih jenis bayam merah karena lebih kaya antioksidan ketimbang bayam hijau,” jelas Anin semangat.
Jualan di sekolah
Suatu hari  seorang teman berkunjung ke rumah Anin. Kebetulan saat itu Anin baru saja selesai membuat nugget sayuran  sebagai santapan makan siang keluarga. Sang teman pun turut mencoba nugget unik buatan Anin. Seperti kebanyakan ibu lainnya, teman Anin ini juga memiliki masalah dengan anaknya yang enggan makan sayur. Setelah mencoba nugget buatan Anin, sang teman langsung semangat minta dibuatkan nugget serupa untuk anaknya di rumah.  Anin lantas diminta temannya untuk menjual nugget sayurnya tersebut. Ide ini langsung Anin sambut baik.

 “Untuk awal, saya membuat variasi nugget sayuran dan nugget keju sebanyak 30 bungkus. Saya menjajakannya pada orang tua murid di TK tempat anak saya bersekolah,” ujarnya.
Tak disangka, ternyata nugget yang dijual Anin ludes terjual. Para orang tua murid rupanya penasaran dengan rasa nugget tersebut.  Keesokan harinya, telepon Anin pun berdering-dering karena banyak yang memesan nugget sayuran. “Mereka senang karena anak-anak mereka juga suka,” ujar Anin tersenyum.

Modal awal yang dibutuhkan  Anin untuk membeli bahan nugget adalah Rp 150 ribu. Uang tersebut untuk membeli bahan utama nugget, yakni daging ayam giling, sayuran (wortel, bayam, dan brokoli), keju, telur, tepung maizena, tepung roti, serta cornflakes. Pembuatan nugget pun sangat sederhana dan mudah. Dengan komposisi yang sesuai dan seimbang, semua bahan dicampur lalu dicetak dalam loyang dan dikukus. Setelah matang, nugget dilumuri dengan tepung roti dan siap dikemas tanpa menggunakan bahan pengawet. Jika disimpan dalam freezer, nugget akan bertahan sampai dua minggu.

Bikin situs dan sistem agen
Lama-kelamaan nugget buatan Anin semakin dikenal. Selain sesama orang tua murid, kerabat  dan teman-temannya yang lain selalu antri memesan.  Melihat peluang ini, Anin pun melakukan promosi lewat internet. Situs www.nuggetku.net78.net dibuat untuk mempromosikan produk nuggetnya yang diberi label Nuggetku tersebut.  Di situs tersebut tertera nomor telepon dan alamat pemesanan nugget.
Sejak situsnya diluncurkan, Anin langsung kebanjiran order. Rata-rata orang penasaran dengan rasa nugget sayuran karena terbilang unik dibandingkan nugget-nugget lain yang dijual di supermarket atau pasar. Soal rasa, Anin mengaku memang tidak mirip dengan nugget buatan pabrik.
“Karena dicampur sayuran dan tidak menggunakan MSG, rasanya akan sedikit hambar. Namun kekenyalannya mendekati nugget daging untuh,” ujar ibu dua anak ini.

Anin juga sempat mendapat pesanan dari luar pulau Jawa, seperti Makassar dan Papua. Namun kendalanya, jika dikirim ke tempat-tempat yang jauh, saat tiba di tempat si pemesan nugget sudah tidak dalam keadaan beku. “Jadi harus langsung disimpan lagi ke freezer agar rasa dan kesegarannya terjaga,” jelas Anin. 
Suatu hari seorang teman Anin  mengaku tertarik untuk menjadi agen Nuggetku ini. Anin menyambut baik ide keagenan untuk memperluas jangkauan penjualan. Mekanisme sistem keagenan dilakukan dengan cara membeli putus produk Nuggetku sebanyak 30 bungkus. Untuk konsumen yang membeli secara eceran, Anin mematok harga  Rp 16.500 per bungkus, dengan berat 200 gram dan berisi 10 potong nugget.  Selain lewat pemesanan melalui telepon, nugget Anin juga bisa dijumpai di salah satu toko makanan organik di kawasan BSD, Serpong, Tangerang.

Tanpa asisten
Dalam seminggu paling sedikit Anin menerima order sebanyak 20 bungkus nugget. Seringkali dalam seminggu ia bisa menerima pesanan sejumlah Rp 2 juta. Jika diakumulasikan, sebulan Anin bisa menerima sebanyak Rp 8 juta dengan keuntungan bersih mencapai 40 persen. Untuk memproduksi nugget, biasanya Anin melakukannya di hari Senin dan Kamis.
“Jadi  tidak melulu  memproduksi, nanti kasihan anak-anak dan suami kalau saya terlalu sibuk mengurusi produksi nugget,” ungkapnya.

Untuk peralatan produksi Anin hanya mengggunakan alat-alat sederhana yang sudah ada di dapurnya, yakni blender, loyang, penggorengan, dan kompor. Pengerjaannya juga dilakukan sendiri tanpa bantuan asisten. “Pernah saya merekrut asisten tapi hasil nugget-nya sangat berbeda dengan yang saya inginkan,” jelasnya.
Dengan kegiatannya saat ini Anin mengaku cukup puas. Pasalnya ia bisa menyalurkan hobi memasak, sekaligus menghasilkan uang tanpa harus mengabaikan keluarga. Sebelum menjalankan usaha nugget, Anin  juga sempat ingin membuka rumah makan. Niat ini terlintas karena sebagai ibu rumah tangga ia juga ingin punya aktivitas yang berhubungan dengan dunia kuliner atau masak-memasak. Tapi niat itu diurungkan karena  butuh waktu penuh untuk menjalankan bisnis rumah makan. Walau mengaku  pendapatannya dari menjual nugget belum seberapa, Anin sangat bangga.
“Paling tidak karya kita sudah diakui dan diminati orang. Selain itu, bisa menghasilkan uang namun tetap memperhatikan keluarga, sudah membuat saya puas,” ujarnya bangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar