Pecel Lele Lela, salah satu bisnis makanan tradisional yang berkembang pesat. Anda tertarik membeli franchise-nya? |
KOMPAS.com — Tak perlu heran melihat restoran soto kudus, restoran masakan padang, kedai bakso malang, bahkan gerai donat dan sate jamur dengan nama usaha yang sama tersebar di beberapa tempat di satu kota, bahkan di berbagai belahan dunia lainnya. Bisa jadi, cabang-cabang restoran dan gerai makanan itu dibuka sendiri oleh si pemilik usaha. Namun, bukan tidak mungkin tempat makan itu merupakan waralaba yang dibeli pihak lain.
Jika dulu hanya "segelintir" orang yang berbisnis waralaba karena bisnis waralaba kebanyakan berasal dari luar negeri dan membutuhkan dana sangat besar, maka kini bisnis waralaba justru berkembang pesat. Menurut Fauziah Arsiyanti, SE, MM, Dip IFP, advisor lembaga keuangan First Principal Financial Singapura, hal ini disebabkan oleh orang yang membeli waralaba, yang disebut pewaralaba atau franchisee, tak perlu memulai usahanya dari nol.
Setelah membeli, pewaralaba tinggal menjalankan usahanya berdasarkan manajemen dan peraturan yang ditentukan pemiliknya. Meski banyak yang melirik bidang lain, bisnis waralaba di bidang makanan, termasuk makanan tradisional, lebih banyak diminati. Pasalnya, kata konsultan yang akrab disapa Zizi ini, masyarakat Indonesia memang menyukai makanan tradisional.
Selain itu, mau tak mau, orang memang membutuhkan makan. Ditambah lagi, berbisnis waralaba makanan tradisional tak selalu butuh modal besar. Zizi mengingatkan, tetap bersikap hati-hati dan selektif memilih waralaba adalah syarat utama sebelum memutuskan membeli waralaba.
Jika ingin mulai menjadi pewaralaba, berikut ini poin-poin penting yang harus diperhatikan dalam memilih waralaba makanan tradisional:
1. Punya hasrat
Memiliki hasrat untuk menjual makanan yang Anda inginkan juga menjadi modal penting. Untuk berbisnis ritel (berdagang eceran), Anda memang harus menyukai bidang yang akan digeluti sehingga, walau kondisi usaha sedang naik atau turun, Anda tetap tekun menjalaninya.
2. Riset dan berunding
Teliti dulu terwaralaba atau pihak yang menjual waralaba, yang disebut juga franchisor, yang Anda inginkan. Bandingkan dengan terwaralaba lain yang sejenis. Jangan membeli usaha dari terwaralaba yang tak jelas identitasnya. Jika perlu, cek ke lembaga waralaba yang ada di Indonesia. Jika memang terwaralaba tersebut resmi dan bagus, maka ia bisa dipastikan akan terdaftar di sana. Bila memang suka, barulah berunding untuk mendapatkan kesepakatan.
3. Cek
Tak ada salahnya mengecek usaha terwaralaba yang Anda inginkan ke orang yang sudah lebih dulu menjadi pewaralabanya, baik yang masih berjualan maupun yang tidak. Tanya pendapat mereka. Meski satu sama lain belum tentu punya kepuasan yang sama, setidaknya Anda mendapat gambaran lebih.
4. Hak cipta
Teliti lebih dulu hak cipta makanan milik terwaralaba yang sudah diincar untuk dibeli. Jangan sampai hak cipta yang diklaim olehnya ternyata milik pihak lain dan akhirnya bisa bermasalah.
5. Lama dan kuat
Jika Anda tak suka risiko tinggi dan kurang berjiwa bisnis, pilih terwaralaba yang sudah lama berjalan setidaknya lima tahun, memiliki sistem kuat (misalnya memiliki banyak cabang dan manajemen bagus), dan bermodal besar. Usaha yang masih baru belumlah cukup teruji menghadapi siklus roda bisnis.
6. Kondisi keuangan
Sebelum memutuskan membeli, periksa dulu kondisi keuangan terwaralaba. Jika perlu, minta bantuan akuntan publik atau pakar keuangan untuk membaca laporan keuangan terwaralaba.
7. Bayar di muka
Hati-hati bila terwaralaba meminta seluruh modal harus disetorkan di muka. Cari penyebabnya. Bukan tidak mungkin kondisi keuangan terwaralaba tidak bagus. Selain itu, kini banyak terwaralaba yang baru muncul sudah meminta modal di muka hanya karena ingin menarik initial fee (biaya yang diperlukan untuk memulai bisnis) dari pewaralaba, lalu kabur. Lebih baik, cari terwaralaba yang pembayarannya fleksibel. Artinya, pembayarannya bisa dilakukan bertahap.
8. Cadangan
Saat usaha baru berjalan, biasanya perputaran modal belum berjalan lancar. Daripada usaha langsung tutup karena kekurangan modal, lebih baik sediakan dana cadangan. Menurut Zizi, pastikan memiliki modal yang cukup, setidaknya untuk tiga bulan ke depan. Jika membutuhkan Rp 10 juta untuk modal berwaralaba, misalnya, sebaiknya Anda mempersiapkan dana sebesar Rp 30 juta.
9. "Turn over"
Hitung berapa keuntungan per bulan yang didapatkan dari usaha waralaba ini. Jika hasilnya memang bagus, silakan melangkah lebih lanjut.
10. Inventori
Sebaiknya, pilih terwaralaba yang tidak membutuhkan banyak inventori, misalnya, mesin-mesin dan barang besar. Pasalnya, dengan demikian Anda akan membutuhkan modal lebih banyak lagi. Lebih baik menjalankan usaha yang padat karya daripada padat modal.
11. Kreatif dan disiplin
Meski semua ilmu dari terwaralaba sudah ditransfer, Anda tetap harus kreatif dalam mencari pelanggan, disiplin membuat laporan keuangan, dan menerapkan aturan main yang sudah ditetapkan. Jangan terlalu percaya diri sebab membeli waralaba yang bagus bukan jaminan bahwa makanan Anda akan selalu laris, jika tak dibarengi dua hal ini. Namun, bukan berarti Anda bebas menjual hasil masakan kreasi sendiri tanpa seizin terwaralaba. Ingat, Anda membawa nama dan citra dari terwaralaba.
12. Banyak penggemar
Agar laris, pilih waralaba yang menjual jenis makanan yang banyak digemari dan tidak terlalu sulit dibuat. Jenis makanan itu antara lain mi, ayam goreng, daging sapi, soto, donat, atau kue. Selain itu, teliti lebih lanjut berapa orang pelanggan yang datang ke tempat terwaralaba yang Anda incar.
13. Sama kualitasnya
Pembeli yang datang tentu mengharapkan makanan di cabang milik Anda memiliki rasa dan kualitas layanan yang sama dengan pemilik usaha aslinya. Jadi, kontrol terus kualitas makanan dan manajemen agar pembeli tak kecewa. Mutu daging dan cara membakar wijen, misalnya, harus sama dengan yang dijalankan terwaralaba. Oleh sebab itu, patuhi peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan terwaralaba.
14. Kelola sendiri
Agar lebih terkontrol dan menghindari kecurangan dalam keuangan, kelola sendiri waralaba yang Anda beli dan jangan diserahkan kepada orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar