Santi Mia Sipan, Direktur Utama PT Jaty Arthamas, mendapatkan penghargaan Ernst & Young untuk kategori Best Women Entrepreneur of the Year 2010. |
Keputusan yang dibuatnya tentunya berisiko. Namun 12 tahun berada di balik meja menjadi sekretaris konglomerat telah membentuk Santi sebagai sosok tangguh. Pribadi tangguh inilah yang membuatnya yakin menantang diri untuk berwirausaha. Kebiasaan berurusan dengan pekerjaan yang kadang tak masuk akal memicu diri untuk bekerja maksimal, katanya menceritakan pengalamannya sebagai sekretaris konglomerat. Nilai positif lain dari pekerjaan lamanya adalah relasi baik yang dibangunnya bersama sejumlah media. Serangkaian kebaikan inilah yang kemudian memudahkan jalan Santi menjadi entrepreneur.
"Dengan membina hubungan baik saat bekerja dengan banyak orang, jujur, membuat saya mendapat tiket untuk semua hal. Relasi dengan media misalnya membantu saya mempromosikan bisnis tanpa biaya tinggi," tuturnya saat ditemui Kompas Female di temu media seminar "Wanita Wirausaha" beberapa waktu lalu di Jakarta.
Latar belakang ini membuat Santi berdaya membangun bisnis jati di bawah bendera Jaty Arthamas sejak 2005. Pertemuannya dengan Profesor Sugiharto, pengembang bibit jati, memulai perjalanan wirausaha ini. "Prof Sugiharto punya bibit jati, tetapi tak tahu bagaimana menjualnya. Saya keliling Indonesia menjual bibit jati sejak 2005. Lalu pada 2008 berhasil menjual kebun jati di Jonggol dan pada 2010 sekitar 200 hektar kebun jati terjual," jelas Santi, yang mengubah status orangtua tunggal dengan menikahi partner bisnisnya, Sugiharto.
Memilih jati sebagai fokus bisnis tak datang tiba-tiba. Sebelumnya, Santi jatuh bangun dengan berbagai bisnis. Bergabung dalam bisnis MLM pada 2002 dan menuai sukses darinya pernah dialami Santi. Merintis bisnis rental kendaraan juga dilakoninya. Namun pada bisnis jati, Santi memantapkan hati. Cara berpikir dan kebutuhan orang Jakarta menjadi celah bisnis yang potensial pada masa mendatang.
"Orang Jakarta punya uang, tetapi tak berani menanam jati karena dianggap sulit. Karena itu, bisnis jati dipegang dari hulu ke hilir. Bisnis ini menjual satu paket, dari lahan, pohon, hingga perawatannya. Membeli satu paket lahan jati menjadi investasi jangka pendek dan jangka panjang bagi investor. Satu hektar lahan jati yang dibeli saat ini, dalam 15 tahun ke depan bisa bernilai Rp 4 miliar-Rp12 miliar," jelas Santi, yang kini menjadi Direktur Utama PT Jaty Arthamas.
Permintaan kayu jati juga semakin tinggi karena kekuatan, kekerasan, dan ketahanannya. Kebutuhan kayu jati di Indonesia baru terpenuhi 30 persen. Sedangkan mulai 2014 penebangan kayu alam akan dihentikan total. Menghadapi kondisi ini, masyarakat dapat menyubsidi kebutuhan kayu dengan menyiapkan hutan tanaman mandiri. Kelak, kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman mandiri bisa digunakan untuk membantu pemasokan pada industri lokal maupun global. Harga kayu jati juga meningkat dua kali lipat setiap lima tahun dalam 25 tahun ini.
Riset dan realitas ini menjadi kunci keberhasilan bisnis lahan jati milik Santi. Saat orang Jakarta tak punya lahan untuk menciptakan hutan tanaman mandiri, tersedia pilihan praktis dari Jaty Arthamas. Caranya, berinvestasi lahan paket kebun Jaty Arthamas senilai mulai Rp 200 juta. Paket ini sudah termasuk tanah satu hektar hak milik langsung atas nama, bibit sejumlah 1.333 pohon dan perawatan selama tiga bulan. Investor bisa memilih kebun yang tersedia di Jonggol, Sukabumi, Jawa Barat, atau Wirosari, Jawa Tengah, serta pilihan lain di Cepu, Jawa Timur.
Santi menyusun sejumlah pilihan investasi sesuai kebutuhan dan kemampuan investor. Keuntungan bagi investor, jelas Santi, di antaranya nilai tanah yang terus meningkat. Selain itu juga karena lokasi perkebunan berdekatan dengan pusat industri dan akses transportasi strategis. Faktor lokasi ini menambah nilai lahan di kemudian hari. Manfaat lain dari lahan jati adalah dengan investasi Rp 150 juta untuk satu hektar, dalam dua tahun harga bibit dan biaya perawatan tidak mengalami kenaikan sementara lahan terus bertambah nilainya. "Kebanyakan investor rata-rata membeli 1-30 hektar," akunya.
Keuntungan yang didapatkan Santi dari bisnis jati tak dinikmati sendiri. Seperti dikatakannya sejak awal mendirikan bisnis, berwirausaha baginya adalah juga berbagi. Santi memimpin ratusan petani untuk merawat lahan jati. Petani, selain menerima gaji bulanan, juga berhak mendapatkan dana sosial. Untuk keberlangsungan bisnisnya, Santi juga merekrut mandor untuk memastikan lahan investor yang dikelolanya aman terjaga.
Kini, investor Jaty Arthamas terus bertambah, kebanyakan adalah investor lokal dan 10 persennya ekspatriat. Model bisnis jati Santi bahkan dilirik delegasi perdagangan dari Amerika Serikat. "Pada Mei 2011 delegasi perdagangan dari Amerika akan datang melihat kebun jati ini," tuturnya.
Santi membuktikan, niat tulus memastikan kedua anaknya hidup layak membuatnya sukses menjadi perempuan mandiri dan berdaya. Benar saja, kini, saat putranya berusia 19 dan putrinya yang menderita autisme bertumbuh sempurna menjadi remaja 17 tahun, kehidupan sejahtera diraih Santi. "Anak-anak adalah guru kehidupan, merekalah yang membuat saya berani bermimpi dan juga kuat menghadapi berbagai hambatan serta tantangan," ungkap Santi.
Meski telah memiliki berbagai hal, Santi tak pernah mau berhenti bermimpi mengembangkan diri. Santi juga berjanji tak ingin memanjakan kedua anaknya. Ia ingin putra-putrinya belajar mencari nafkah, menggembleng dirinya untuk maju, dan berkembang sebagai sosok mandiri. "Saya tidak mau menciptakan anak orang kaya. Jika ingin kaya mereka harus berusaha, bekerja keras mencapainya," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar